Jalan Pantura Jawa Tengah dan Jawa Barat relatif lebih rusak dibandingkan di wilayah Banten dan Jawa Timur. Kalau di pantura Banten meruapakan jalan tol yang kualitasnya lebih baik dari jalan biasa. Lalu kalau Jawa Timur kerusakan tidak terlalu parah karena biasanya arus kendaraan berat sudah terurai saat kendaraan dari Jakarta tiba di Semarang. Pertemuan kendaraan berat lebih banyak terjadi di pantura Jabar dan Jatim.
Pertemuan arus kedua kendaraan yang seringkali terjadi tidak di saat weekend tetapi biasanya saat hari Rabu dan Kamis. Mengapa? Karena biasa dari pelabuhan Banten maupun kawasanTanjung Priok mobil kontainer/truk besar baru keluar hari senin atau selasa, begitu pula dari arah Tanjung Perak Surabaya. Pertemuan kedua arus ini bertemu di Pantura tadi paling tidak sehari atau dua hari kemudian. Itu sebabnya, kalau weekend jJaaustru tidak terlalu parah karena kebanyakan yang melintas mobil pribadi dan mobil penumpang.
Kembali ke topik tulisan, mengapa jalan di Pantura Jateng harus di rigid pavement atau populer dengan jalan beton? Selain karena tanah dasar pantura yang sifatnya alluvial, juga karena banyaknya pertemuan arus lalu lintas kendaraan berat. Ditambah dengan curah hujan yang tinggi di kawasan ini membuat jalan aspal cepat rusak. Musuh utama aspal adalah air. Air membuat ikatan aspal dengan agregat menjadi lemah akibatnya agregat atau ikatan aspal dengan material lain mudah terlepas sehingga jalan menjadi retak-retak atau berlubang,
Apesnya lagi, jalan yang sudah tidak prima itu harus dilalui oleh kendaraan tonase besar. Idealnya jalan di Pantura itu tonase yang diijinkan antara 8-10 ton. Kenyataannya banyak yang melebihi tonase itu hingga dua atau tiga kali lipat. Akibatnya jalan semakin cepat rusak. Jembatan timbang di wilayah ini juga tidak berfungsi (ini membuat Gubernur Jawa Tengah uring-uringan. Bahwa jembatan timbang semestinya diatur oleh pemerintah pusat bukan perda sehingga lebih efektif). Kata teman saya : yang ditimbang itu bukan kendaraannya tetapi keneknya, he..he..he... Ada-ada saja.
Jalan beton di Pantura Jateng terbukti lebih awet dibandingkan jalan aspal. Jalan beton memang biaya awalnya lebih tetapi pemeliharaannya lebih mudah. Selain itu lebih tahan terhadap kondisi jalan yang curah hujannya tinggi. Sewaktu bencana alam berupa curah hujan tinggi di Pantura bulan Januari - Februari 2014 kemarin, jalan pantura yang mengalami rusak parah adalah jalan aspal. Jalan rigid pavement kondisinya masih baik dan hanya rusak ringan.
Rigid pavement di Pantura sendiri sebenarnya dirancang untuk tonase 10 ton. Ketebalan rigid pavement biasanya 30 cm dan untuk kenyamanan pengguna jalan bisanya diatas rigid pavement diberi lapisan aspal wearing (AC-WC) setebal 5-6 cm. Nah, sewaktu curah hujan kemarin yang rusak hanya lapisan aspal ini saja.
Ok, segini dulu ya tulisannya. Nanti akan dilanjutkan lagi. Penasaran 'kan apa itu istilah combo pada pekerjaan rigid pavement. Tunggu posting-an selanjutnya ya.....