Jumat, 29 Mei 2009

Apa yang dimaksud dengan Neoliberalisme?

Tiga kandidat presiden, berturut-turut M. Jusuf Kalla, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Megawati Soekarnoputri, tampil membeberkan rencana kerja mereka. Isu tentang neoliberal pun ikut terangkat. Selama ini mengesankan seorang politikus atau pejabat yang dicap neoliberalis adalah orang yang menganut ideologi sesat yang dapat merugikan negara dan bangsa. Misalnya setelah nominasi Boediono, mantan Gubernur Bank Indonesia, sebagai calon wakil presiden mendampingi calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono, beberapa orang menuduhnya sebaagi seorang neoliberal, dan amat mungkin orang tersebut tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan aliran neoliberal (neoliberalisme).
Sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan neoliberalime itu? Paham neoliberalisme berangkat dari diskursus yang berkembang di kalam ekonom yang berada di Washington DC untuk menyikapi krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Latin pada pertengahan 1980-an, terutama yang menimpa tiga negara besar : Meksiko, Brasil, dan Argentina. Para ekonom yang terlibat dalam diskursus itu semuanya bermukim di Washington, yangteridiri dari IMF, Bank Dunia, dan Departemen Keuangan Amerika Serikat.
Dari serangkaian diskusi, tercapai semacam konsensus yang dirumuskan menjadi 10 elemen. Ini merupakan resep generik yang bisa direkomendasikan bagi begara-negara berkembang lain, yang umumnya memiliki karakteristik yang mirip. Krisis ekonomi di Amerika Latin tersebut berulang kembali di tahun 1994. Formula ini kemudian disebut Konsensus Washington (Washington Consesus), yang pertama kali dilontarkan oleh John Williamson (1994). Belakangan, resep ini juga sering disebut sebagai neoliberalisme. Isi dari 10 Konsensu Washington itu adalah :
  1. Disiplin fiskal (fiscal austerity). Pemerintah negara-negara berkembang diminta untuk menjaga anggarannya agar tetap surplus. Namun, bila sisi fiskalnya tertekan hebat, masih ditoleransi mengalami defisit, asal tidak lebih dari 2 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
  2. Anggaran belanja pemerintah (APBN) seyogyanya untuk memperbaiki distribusi pendapatan. Pemerintah disarankan untuk banyak membiayai proyek-proyek dan program-program untuk menaikkan pendapatan kelompok miskin agar indeks Gini menurun.
  3. Sektor fiskal (perpajakan) perlu direformasi, teritama dengan melakukan perluasan objek pajak dan wajib pajak (broaden the base).
  4. Sektor finansial perlu diliberasisasikan. Para penabung harus tetap mendapat suku bunga riil positif (positive real interest rate) dan hindari perlakuan suku bunga khusus kepada debitor tertentu.
  5. Dalam hal penentuan kurs mata uang, seyogyanya dilakukan dengan mempertimbangkan daya saing (competitiveness) dan kredibilitas. Kurs yang terlalu kuat seolah-olah kredibel, tetapi tidak membantu daya saing produk ekspor. Sebaliknya jika kurs terlalu lemah, kredibilitas perekonomian akan runtuh.
  6. Perdagangan sebaliknya diliberalisasikan. Pemerintah harus menghapus berbagai hambatan yang bersifat kuantitatif agar arus perdagangan bisa lancar dan efisien.
  7. Hendaknya investasi asing tidak didiskriminasikan. Perlakukanlah investasi asing sam dengan investasi domestik karena kedua-duanya sama-sama mendorong perekonomian dan menciptakan lapangan pekerjaan.
  8. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seyogianya diprivatisasikan. Tujuannya untuk menaikkan efisiensi dan membantu pembiayaan defisit APBN.
  9. Lakukanlah deregulasi atau hilangkan segala macam bentuk restriksi atau berbagai hambatan bagi perusahaan baru yang hendak masuk ke pasar. Buatlah iklim kompetisi di pasar.
  10. Pemerintah perlu menghormati dan melindungi hak cipta (property right) agar menumbuhkan iklim investasi.

Dari kesepuluh komponen tersebut, kontroversi ada pada isu privatisasi BUMN dan liberalisasi pasar karena hal ini bersinggungan dengan peran dan kepemilikan asing sehingga mudah menyulut semangat antiasing (xenophobia). Dalam praktik, privatisasi BUMN yang dilakukan saat krisis terpaksa diserahkan ke tangan asing karena kita memerlukan devisa guna mendukung kurs rupiah yang seang tertekan. Hal sama terjadi pada perlakuan yang tak lagi membedakan PMA (Penanaman Modal Asing) dan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri). Pemerintah memerlukan PMA untuk menambah cadangan devisa, menciptakan lapangan pekerjaan, dan mendorong perekonomian.
Ada dua pendekatan terhadap neoliberalisme ini, yaitu yang menganut paham neoliberalisme murni dan penganut neoliberalisme moderat. Paa penganut paham neoliberalisme murni berpendapat bahwa semua pasar baik itu pasar produk dan jasa maupun pasar faktor produksi (modal, tenaga kerja), pada dasarnya bekerja sempurna. Untuk itu campur tangan pemerintah tidak diperlukan karena akan menyebabkan “kegagalan pemerintah”. “Kegagalan pemerintah” hanya kan menimbulkan aneka distorsi dalam alokasi sumber daya produktif yang membawa dampak buruk atas efisiensi ekonomi nasional atau membuka peluang menguntungkan bagi pemburu rente. Di sisi lain, penganut neoliberalisme moderat menyadari dan mengakui bahwa di negara maju maupun berkembang ada berbagai “kegagalan pasar” yang memerlukan campur tangan pemerintah.

1 komentar:

  1. Neoliberalisme sangat tidak sesuai apa yang di amanatkan oleh UU gan.
    Tabungan

    BalasHapus