Selasa, 05 Mei 2009

Do artifact have politic? - Langdon Winner

Social choice in machine design : the case of automatically controlled machine tools – David F. Noble.

Apakah artifak berpolitik? Politik artinya adanya keinginan untuk berkuasa. Langdon Winner menulis bahwa teknologi adalah produk politik. Teknologi menjadi alat dimana kekuasaan dan kepentingan berbagai pihak saling berinteraksi dan kadang bermusuhan. Teknologi tidak pernah bersifat netral tetapi selalu memihak. Artifak sebagai benda karya manusia termasuk desain mesin yang ditulis oleh David F. Noble sebenarnya diciptakan untuk mempermudah kehidupan manusia. Membuat manusia dimanjakan oleh mesin. Bahkan kini di Jepang telah diciptakan android yang bisa meniru sifat manusia meski masih berupa ekpresi wajah. Tetapi semua itu selalu dipengaruhi oleh politik dimana pengetahuan atau teknologi itu dikembangkan.
Artifak seperti halnya mesin bisa pula digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan yang sifatnya politis. Politis di sini bisa sifatnya bisa berdampak positif bisa pula berdampak negatif. Tergantung dari sisi mana kita memandangnya, apa dari pihak yang diuntungkan atau malah yang dirugikan. Seperti pada kasus Robert Moses yang membangun jembatan yang terasa aneh bila melihatnya di daerah Long Island, New York memiliki tingi hanya sembilan kaki (nine feet) dari curb. Berdasarkan bukti-bukti yang dikumpulkan oleh Robert A. Caro dalam penulisan biografi mengenai Moses, memberikan alasan mengenai reflesi bias klas sosial Moses dan prasangka rasial. Automobile-owning white of ‘upper’ and ‘comfortable middle’ classes, as he called them, wouldbe free to use the parkways fir recreation and commuting. Poor people and black normally used public transit, were kept off the roads because twelve-foot tall buses could not get trough the passes. One consequence was limit acces of racila minorities and low income. Bus yang tingginya 12 kaki tidak bisa melewati tinggi jembatan yang hanya 9 kaki. Seperti yang dikatakan Lee Koppleman pada Caro ‘The old son of a gun had made sure that buses would never be able to use his goddamned parkway.’
Robert Moses tidak bisa melepaskan diri dari bias-bias sosial, politik, dan budaya di lingkungannya. Dengan pendekatan konstruktivisme, pengetahuan berkembang karena pengaruh lingkungan di sekitarnya. Pada masa-masa Robert Moses kebencian pada orang kulit hitam (rasialis) sedang mengalami puncaknya. Ini juga yang mempengaruhi cara berpikir Robert Moses.
Kasus yang serupa juga terjadi pada Cyrus McCormick yang menggunakan mesin baru bukan tujuan utamanya bukan untuk mengejar keuntungan tetapi menghancurkan national Union of Iron Molder. Mesin baru yang digunakan McCormick dioperasikan oleh orang-orang yang tidak terampil sehingga mengeluarkan biaya lebih tinggi dibandingkan proses sebelumnya. Meski hanya bertahan selama tiga tahun tetapi McCormick berhasil mencapai tujuannya menghancur serikat pekerja (union). Perkembangan teknologi dapat digunakan kepentingan politik.
Hal yang sama juga kita lihat pada tulisan Jenet Abbate, cold war and white heat : the origin and meanings of packet switching, menggambarkan paket switching menjadi alat politik Amerika Serikat guna menghadapi ancaman pecahnya perang dingin menghadapi Uni Soviet. Di Inggris, paket switching digunakan sebagai alat kampanye Partai Buruh dalam menghadapi ‘technology gap’ dengan Amerika Serikat. Politicians on all side warned that nation was falling behind the other industril powers in its exploitation of hew technologies, that was a’brain drain’ of British scientist to other countries, and that the country’s technological backwardness was at least partly responsible for its economic malaise.
Tulisan Langdon Winner juga memberikan beberapa contoh lainnya seperti Russel W. Ayres yang menulis mengenai tentang politik teknologi plutonium serta ketakutan akan terjadi pencurian teknologi plutonium dan jatuh ke tangan kriminal atau teroris. Teknologi Plutonium di tangan yang salah bisa menyebabkan kehancuran. Kekerasan bukan melekat pada artifak tersebuy tetapi pada mereka yang menguasainya.
Industri mesin yang otomatis (tulisan David F. Noble) juga bisa digunakan alat untuk mencapai tujuan atau memperoleh keuntungan dari perubahaan sistem yang lama. 'We will see some companies die, but I think we will see other companies grow very rapidly,' a sanguine president of Data Systems Corporation opined (Stephanz 1971). Less sanguine are the owners of the vast majority of the smaller meta lworking firms which, in 1971, constituted 83 percent of the industry; they have been less able to adopt the new technology because of the very high initial expense of the hardware, and the overheads and difficulties associated with the software.
Otomatisasi mesin juga mengakibatkan semakin kuatnya kedudukan pemilik modal. Lihat saja pada indusri-industri maju sekarang, buruh hanyalah sebagai operator yang sewaktu-waktu dapat diganti. Posisi pekerja semakin melemah terhadap pemilik modal.
Sebelumnya seorang pekerja menguasai pekerjaan mulai dari pengolahan bahan mentah, proses pembuatan barang sampai proses akhir. Sehingga pekerja punya posisi tawar menawar yang kuat. Namun lama kelamaan keahlian ini semakin berkurang. Mungkin sekarang hanya bisa bekerja di bagian pengolahan bahan mentah atau hanya di bagian fisnishing tetapi tidak pernah menguasai keduanya. Inilah industrialis kapitalis.
Manusia yang harus menguasai mesin dan bukan mesin menguasai manusia seperti yang digambarkan dalam film Terminator. Namun manusia harus bijak dalam menggunakan teknologi bukan semata-mata mencari keuntungan dengan mengorbankan bahkan menghancurkan kepentingan pihak lain.

Kesimpulan dari dua tulisan ini adalah pengetahuan adalah teknologi tidak dapat lepas dari kepentingan dan prasangka sosial, politik, dan budaya. Para ilmuwan tidak dapat berdiri sendiri tapi terlibat dengan lingkingan dan kontruksi politik yang ada di sekelilingnya. Ilmuwan hidup dalam kekuasan politik yang kadang membantu dan kadang menghambat dalam melakukan penelitian. Tekanan politik membuat ilmuwan lebih memihak kepada kepentingan penguasa dibandingkan kepentingan rakyat. Idealis di pikiran tetapi realistis di lapangan. Teknologi terlihat lebih memihak kepada penguasa atau pemilik modal dibandingkan rakyat. Rakyat yang lemah dijadikan korban dari teknologi. Semestinya rakyat diikutsertakan untuk berperan lebih banyak dalam pengembangan teknologi. Ini yang harus dibenahi, tapi sampai kapan?
Kesimpuan lainnya adalah bahwa teknologi bermata dua. Dapat digunakan untuk kebaikan tetapi juga bisa digunakan untuk kejahatan. Seperti penemuan di bidang nuklir, bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia sebagai sumber energi alternatif atau digunakan sebagai bahan penghancur. Teknologi tidak pernah bersifat netral tetapi selalu berkubang pada kondisi politik, dimana yang berkuasalah yang menguasai teknologi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar