Jumat, 22 Mei 2009

MATAMU SAHABATKU

Tulisan ini menjadi Pemenang I Lomba Matamu Ceritamu yang diadakan oleh Tabloid Wanita Indonesia - BioVision pada tahun 2005.
Ada pepatah yang berbunyi mata mengatakan segalanya. Dari mata turun ke hati. Lalu ada ungkapan cinta pada pandangan pertama. Begitulah cinta. Tetapi aku tidak cinta padamu, sahabatku. Kita sama-sama lelaki. Kita bukan homoseksual. Itu bukan gaya hidup kita. Lagian aku punya isteri. Tetapi kamu tidak. Kamu seorang bujang lapuk. Untukmu, paling banter dari mata turun ke perut. Perutku suka mulas mendengar banyolan dan bualanmu. Matamu membulat menceritakan lelucon tentang pedagang kaki lima.
"Ada seorang pedagang duku tertangkap trantib sedang berjualan di trotoar yang merupakan daerah terlarang untuk berdagang. Akibatnya ia dihukum disuruh memasukan barang dagangannya yaitu duku melalui (maaf..) pantat. Pedagang itu sampai menangis menahan sakit. Tak lama kemudian trantib menangkap seorang pedagang salak. Ia dihukum harus memasukan salak lewat pantat. Tetapi tidak seperti pedagang duku yang menangis kesakitan, pedagang salak ini justru tertawa."
"Kenapa tertawa?" tanyaku penasaran. Matamu puas melihat aku tak sabar mendengarkan lanjutan leluconmu itu. Aku semakin tak sabar.
Kamu sengaja diam. Matamu semakin membesar menahan tawa.
"Oiii.... cepat lanjutkan!"
"Karena ia melihat trantib menangkap seorang pedagang durian!"
Asli. Aku dan kamu tertawa ngakak. Mataku dan matamu sampai hilang. Sampai-sampai keluar air mata. Perutku sampai keram.
Matamu puas melihatku tertawa terpingkal-pingkal. Itu matamu yang lucu.
Matamu juga pernah merah marah padaku. Aku tahu itu waktu aku sengaja menyembunyikan makan siangmu padahal kamu sedang lapar berat. Sialnya, makan siangmu itu dimakan kucing. Matamu semakin merah dalam kelaparan. Seperti mata isteriku, matamu seperti Medusa. Membuatku menjadi kaku membatu memandangmu.
Siang itu terpaksa aku harus beli nasi bungkus di restoran Padang lengkap dengan gulai kepala ikan, rendang, jus alpokat dan dua buah pisang ambon sebagai ungkapan maafku. Kamu masih marah. Tetapi laparmu mengalahkan marahmu. Aroma nasi bungkus berhasil menggodamu. Sekarang giliranku yang lapar melihatmu makan dengan lahap. Merah mata itu pelan-pelan menghilang digantikan beningnya matamu.
Matamu juga penah hijau alias mata duitan. Kalau sudah bicara uang saja, matamu menghijau penuh harap. Dasar cowo materialistis. Orang Roma tidak salah kalau bilang pecunia non olet, bahwa uang tidak berbau. Kamu bilang kalau punya uang banyak ingin membantu ibumu berobat. Ibumu saat itu sedang sakit keras. Aku jadi terharu. Hei, kulihat matamu basah. Kamu menangis.
"Tapi aku sekarang tidak punya uang. Kasihan ibuku," katamu lirih. Kamu lelaki gagah yang sensitif. Badanmu memang besar tetapi hatimu lembut.
Pernah juga matamu kuning terserang hepatitis A atau disebut juga hepatitis infeksius yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis A. Salah kamu sendiri. Kamu kalau makan suka sembarangan dan tidak cuci tangan. Seperti anak kecil saja.
Mata hitammu memberi ribuan bahkan jutaan sinyal. Seperti bilangan biner 0 dan 1 yang membentuk suatu arti dan maksud. Matamu mengirimkan gelombang pada mataku bahwa kamu mengerti akan masalahku. Seperti gelombang suara di udara yang memberi ribuan informasi. Matamu adalah sumber inspirasi kedua bagiku (tentu saja setelah mata indah isteriku. Isteriku tidak mau kalau dinomor duakan).
Menurut National Institut of Health di Amerika Serikat, cacat tubuh yang paling ditakuti manusia adalah kebutaan. Manusia takut tidak dapat melihat keindahan dan warna-warni dunia. Mereka takut melihat dunia mereka hitam belaka. Terus terang, aku juga takut mengalami kebutaaan. Tapi kamu sama sekali tidak takut buta karena kamu memang buta. Ya, kamu buta sejak lahir. Sejak eksis di dunia ini, kamu tidak pernah sekalipun melihat cahaya. Jangan-jangan sewaktu dalam kandungan kamu terinfeksi oleh tokso, penyakit yang disebabkan protozoa jasad renik bersel satu yang disebut toxoplasma gondii. Ibumu suka sekali memelihara kucing sejak kanak-kanak sampai sekarang. Sampai aku punya souvenir bekas cakaran kucingmu yang sedang dalam musim kawin di pipiku. Bahkan kalau mau jujur, rumahmu sekarang adalah rumah penampungan kucing. Atau Tuhan memang mentakdirkanmu buta sebelum dirimu tercipta. Jangan kucing dijadikan kambing hitam .... eh, kucing hitam (ada semboyan hebat para kucing, sekali kucing tetap kucing. Jangan pernah mencoba-coba menjadi kambing).
Meski matamu buta, sahabatku, kamu melihat apa yang tidak aku lihat. Rasa empatimu begitu besar dibadingkan teman-temanku yang lain Matamu adalah mata hatimu. Dalam kebutaan dirimu, kamu melihatku tertawa, menangis, jatuh cinta, bahkan kentut (sori, kalau kentut kamu tidak melihatnya tetapi menciumnya, ha.. ha... ha...).
Aku gagal memenuhi satu janjiku padamu. Kalau aku mati lebih dahulu, aku berjanji padamu untuk memberikan kedua bola mataku padamu. Biar kamu bisa melihat warna dunia ini dan wanita-wanita sexy. Tapi kamu meninggalkan diriku lebih dulu. Matamu menutup untuk selamanya. Satu keinginanmu tidak pernah tercapai. Kamu ingin punya isteri. Kamu mati tetap sebagai seorang bujang lapuk.
Tuhan sayang padamu. Matamu tidak melihat apa yang dilarang untuk dilihat. Kamu tidak pernah melihat pornograpi. Kamu tidak pernah melihat cewe sexy macam Cindy Crawford, Angelina Jolie, atau Marlyn Monroe. Kamu hanya mendengar, kalau mereka sexy..... dariku.
Semoga Tuhan memberimu mata yang baru agar kamu bisa melihat indahnya surga dan sempurnanya para bidadari. Juga bisa melihat wajahku yang tampan ini. Semoga kamu damai di sana dengan mata barumu. Mata yang indah dan berwarna biru (kamu bilang kamu punya mata kamu ingin berwarna biru walau kamu sendiri tidak tahu seperti apa warna biru itu).
"Warna langit seperti apa ya?" Itu katamu. Matamu ingin berwarna langit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar