Selain dikenal sebagai seorang penyair sufi, Jalauddin ar-Rumi merupakan pendiri Tarekat Maulawiah atau Jalaliah. Tarekat ini ia kembangkan bersama sahabatnya, Syekh Hisamuddin Hasan bin Muhammad. Tarekat Maulawiyah atau Jalaliah adalah sebuah tarekat sufi yang terkenal dan banyak di antut di Turki dan Suriah. Di Barat, tarekat ini dikenal dengan nama Whirling Davisher (para darwis yang berputar-putar). Nama itu muncul karena para penganut tarekat ini melakukan tarian berputar-putar yang diiringi gendang dan suling dalam zikir untuk mencapai ekstase.
Menurut sebuah riwayat, tarian yang dilakukan Ar-Rumi dilakukan tanpa kesengajaan. Tarian itu justru dilakukannya ketika dirinya merasa sedih sepeninggal gurunya, Syamsuddin Tabriz, yang dibunuh oleh warga Konya. Rumi benar-benar merasakan kehilangan panutan, laksana kehidupan tanpa sinar matahari. Hingga pada suatu hari, seorang pandai besi yang bernama Shalahuddin membuat Rumi menari berputar-putar sambil melantunkan syair-syair puitis akan kecintaannya kepada Tuhan dan gurunya. Dari sinilah, Jalaluddin ar-Rumi menjalin persahabatan dengan Shalahuddin untuk menggantikan kedudukan sang guru. Bersama Shalahuddin yang memukul gendang, Rumi pun menari dan menari untuk mengungkapkan penghambaan dirinya dalam menghibur dan mendekatkan diri pada Tuhan. Sampai meninggalnya, 1273, Rumi tak pernah berhenti menari karena dia tak pernah berhenti mencintai Allah. Tarian itu juga membuat peringkatnya dalam inisasi sufi berubah dari yang mencintai jadi dicintai. Bagiannya hanya Allah yang layak untuk dicintai.
Dari caranya menemukan hakikat cinta untuk Tuhan, Kota Konta yang sempat sepi menjadi ramau kembali berkat tarian-tarian cinta yang berputar untuk Tuhan. Bahkan, banyak pengikut-pengikutnya di berbagai negara di dunia melakukan hal yang sama sebagai bentuk kecintaan kepada sang guru dalam menemukan Tuhan.
Menurut sebuah riwayat, tarian yang dilakukan Ar-Rumi dilakukan tanpa kesengajaan. Tarian itu justru dilakukannya ketika dirinya merasa sedih sepeninggal gurunya, Syamsuddin Tabriz, yang dibunuh oleh warga Konya. Rumi benar-benar merasakan kehilangan panutan, laksana kehidupan tanpa sinar matahari. Hingga pada suatu hari, seorang pandai besi yang bernama Shalahuddin membuat Rumi menari berputar-putar sambil melantunkan syair-syair puitis akan kecintaannya kepada Tuhan dan gurunya. Dari sinilah, Jalaluddin ar-Rumi menjalin persahabatan dengan Shalahuddin untuk menggantikan kedudukan sang guru. Bersama Shalahuddin yang memukul gendang, Rumi pun menari dan menari untuk mengungkapkan penghambaan dirinya dalam menghibur dan mendekatkan diri pada Tuhan. Sampai meninggalnya, 1273, Rumi tak pernah berhenti menari karena dia tak pernah berhenti mencintai Allah. Tarian itu juga membuat peringkatnya dalam inisasi sufi berubah dari yang mencintai jadi dicintai. Bagiannya hanya Allah yang layak untuk dicintai.
Dari caranya menemukan hakikat cinta untuk Tuhan, Kota Konta yang sempat sepi menjadi ramau kembali berkat tarian-tarian cinta yang berputar untuk Tuhan. Bahkan, banyak pengikut-pengikutnya di berbagai negara di dunia melakukan hal yang sama sebagai bentuk kecintaan kepada sang guru dalam menemukan Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar